Kapolri Mutasi Ketua KPK Setyo Budiyanto Jadi Pati Itwasum Polri, Dinamika Internal dan Implikasinya
Pada pertengahan tahun 2025, Kepolisian Republik Indonesia kembali melakukan mutasi besar-besaran terhadap sejumlah perwira tinggi. Salah satu keputusan mutasi yang menjadi sorotan tajam publik adalah pemindahan Irjen Pol Setyo Budiyanto, yang saat itu menjabat sebagai Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), menjadi Perwira Tinggi (Pati) di lingkungan Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri. Mutasi ini menimbulkan berbagai tafsir dan reaksi karena posisi Ketua KPK selama ini dianggap sebagai jabatan independen yang berdiri di luar struktur operasional Polri.
Setyo Budiyanto merupakan sosok yang tidak asing di dunia penegakan hukum. Kariernya melesat sebagai penyidik elite dan banyak terlibat dalam penanganan kasus korupsi besar. Kepindahannya ke Itwasum Polri, lembaga yang memiliki peran strategis dalam pengawasan internal Polri, mengindikasikan dinamika internal yang kompleks antara institusi kepolisian, lembaga antirasuah, dan kebijakan hukum nasional.

1. Latar Belakang Setyo Budiyanto: Karier, Integritas, dan Jejak di KPK
a. Rekam Jejak Karier
Irjen Pol. Setyo Budiyanto memulai kariernya di Kepolisian sejak lulus dari Akademi Kepolisian. Ia dikenal sebagai perwira yang bersih, cerdas, dan memiliki integritas tinggi. Dalam perjalanan kariernya, Setyo banyak dipercaya untuk mengemban tugas-tugas penting, terutama yang berhubungan dengan penegakan hukum dan pemberantasan korupsi.
b. Peran Sentral di KPK
Setyo Budiyanto sebelumnya menjabat sebagai Direktur Penyidikan di KPK sebelum kemudian dipromosikan sebagai Ketua KPK menggantikan Firli Bahuri yang mengakhiri masa jabatannya dengan kontroversi. Di bawah kepemimpinannya, KPK mencoba memperbaiki citra publik dan fokus pada penguatan penindakan berbasis bukti dan transparansi.
c. Capaian dan Kontroversi
Di bawah Setyo, KPK berhasil mengungkap beberapa kasus besar yang melibatkan pejabat tinggi daerah, direksi BUMN, hingga petinggi partai politik. Namun, di sisi lain, ia juga menghadapi tekanan politik dan gangguan dalam bentuk revisi peraturan yang mengurangi independensi KPK. Walau begitu, ia tetap dikenal sebagai figur yang tidak mudah diintervensi.
2. Konteks Mutasi: Peran Kapolri dan Itwasum dalam Struktur Polri
a. Peran Strategis Itwasum
Inspektorat Pengawasan Umum (Itwasum) Polri adalah lembaga internal yang berfungsi sebagai pengawas terhadap seluruh proses operasional dan administratif di Polri. Penempatan Setyo sebagai Pati di sana menandakan bahwa ia dipercaya untuk menjaga integritas internal Polri.
b. Prosedur Mutasi di Lingkungan Polri
Mutasi perwira tinggi Polri dilakukan berdasarkan Surat Telegram Kapolri. Dalam kasus Setyo, ia termasuk dalam daftar mutasi terbaru yang ditandatangani langsung oleh Kapolri. Meskipun secara administratif sah, mutasi ini menimbulkan perdebatan karena posisi Ketua KPK dianggap seharusnya berada di luar kontrol struktural institusi manapun, termasuk Polri.
c. Alasan Resmi dan Spekulasi Publik
Pihak Mabes Polri menyebut bahwa mutasi ini adalah bagian dari rotasi rutin dan penyegaran organisasi. Namun, banyak pihak menilai langkah ini sebagai bagian dari strategi untuk menarik kembali pengaruh Polri atas lembaga-lembaga independen seperti KPK.
3. Respons Publik dan Reaksi Lembaga
a. Tanggapan Komisi III DPR RI
Beberapa anggota Komisi III DPR yang membidangi hukum menyoroti mutasi ini sebagai bentuk intervensi terhadap independensi lembaga. Namun, ada pula yang menyambut positif dengan menyatakan bahwa Setyo dapat membawa reformasi dari dalam di tubuh Polri.
b. Komentar Pakar Hukum dan LSM Antikorupsi
Indonesia Corruption Watch (ICW), Transparency International Indonesia, dan pakar hukum dari berbagai universitas memandang mutasi ini sebagai kemunduran bagi pemberantasan korupsi. Mereka khawatir bahwa dengan kembali ke Polri, Setyo tidak lagi memiliki independensi seperti saat memimpin KPK.
c. Suara Masyarakat dan Media Sosial
Di media sosial, respons publik terbagi dua. Sebagian mendukung karena percaya pada integritas Setyo di manapun ia bertugas. Namun, mayoritas mengkritik kebijakan ini sebagai bagian dari pelemahan sistemik terhadap lembaga antirasuah.
4. Implikasi terhadap KPK
a. Kekosongan Pimpinan dan Penunjukan Sementara
Mutasi Setyo menimbulkan kekosongan kursi pimpinan di KPK. Untuk sementara, Wakil Ketua KPK bertugas sebagai pelaksana harian sampai adanya pengangkatan definitif melalui seleksi oleh Presiden dan DPR.
b. Kekhawatiran Soal Independensi
Langkah ini memicu kekhawatiran bahwa ke depan, KPK semakin rentan terhadap intervensi, apalagi jika penggantinya merupakan figur kompromistis atau berasal dari instansi yang tidak netral.
c. Dampak Terhadap Moral Internal KPK
Beberapa sumber menyebutkan bahwa pegawai KPK mengalami demoralisasi karena melihat simbol perlawanan terhadap korupsi justru harus kembali ke instansi asal sebelum menyelesaikan tugas penting.
5. Analisis Politik dan Hukum: Apa yang Sebenarnya Terjadi?
a. Tarik Menarik Kekuasaan Institusi
Pergeseran Setyo dari KPK ke Polri memperlihatkan tarik-menarik kekuasaan yang sedang terjadi. Banyak pihak menduga ada tekanan politik atau kompromi antar lembaga yang membuat posisi Ketua KPK tidak lagi aman.
b. Refleksi Lemahnya Sistem Perlindungan Jabatan Independen
Peristiwa ini juga menunjukkan belum kuatnya sistem perlindungan terhadap pejabat-pejabat publik yang menduduki jabatan independen. Tidak adanya aturan tegas yang mencegah mutasi dari luar lembaga membuat posisi mereka rentan.
c. Akankah Ini Menjadi Preseden?
Jika mutasi ini dibiarkan tanpa penjelasan mendalam dan pertanggungjawaban publik, maka dikhawatirkan hal ini menjadi preseden buruk bagi masa depan lembaga-lembaga independen lainnya seperti Bawaslu, Ombudsman, atau bahkan KPU.
6. Kiprah Setyo di Itwasum: Harapan dan Tantangan
a. Meningkatkan Integritas Internal Polri
Dengan reputasi bersih dan profesional, Setyo diharapkan bisa membawa angin segar di tubuh Itwasum. Pengawasan internal terhadap perilaku aparat, penggunaan anggaran, dan pengendalian konflik kepentingan menjadi tugas berat yang menantinya.
b. Tantangan dari Dalam Institusi
Namun, tak mudah bagi seorang figur yang terbiasa bersikap independen untuk bekerja dalam struktur yang sangat hierarkis seperti Polri. Tantangan muncul dari loyalitas internal, budaya kerja, hingga kepentingan politik internal.
7. Apa Selanjutnya untuk KPK?
a. Seleksi Ketua Baru
Proses seleksi Ketua KPK selanjutnya diperkirakan berlangsung ketat. Publik menuntut adanya figur yang kuat, bersih, dan tak bisa diintervensi oleh kekuasaan manapun.
b. Meningkatkan Dukungan Lintas Sektor
Agar KPK tetap memiliki kekuatan, perlu ada dukungan aktif dari masyarakat sipil, media, akademisi, dan kalangan profesional hukum untuk terus mengawal independensi lembaga ini.
c. Menata Ulang Regulasi Jabatan KPK
Sudah saatnya pemerintah dan DPR menata ulang aturan tentang masa jabatan pimpinan KPK agar tidak mudah digoyahkan oleh mutasi atau rotasi instansi asal, khususnya jika mereka berasal dari institusi seperti Polri atau Kejaksaan.
8. Refleksi dan Rekomendasi
a. Jaga Independensi Lembaga Penegak Hukum
Independensi bukan hanya simbol, tetapi fondasi kepercayaan publik. Mutasi seperti ini akan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap sistem hukum.
b. Perkuat Mekanisme Transparansi Mutasi
Mutasi pejabat penting seperti Ketua KPK seharusnya melalui mekanisme transparan dan akuntabel, bukan sekadar surat telegram internal.
c. Dorong Profesionalisme Lintas Institusi
Membina kerja sama antar lembaga penegak hukum harus didasarkan pada etika profesional, bukan kontrol struktural yang berisiko melemahkan salah satu pihak.
Kesimpulan: Momentum Evaluasi Total Sistem Penegakan Hukum
Mutasi Setyo Budiyanto dari Ketua KPK ke Itwasum Polri menjadi titik balik penting dalam sejarah pemberantasan korupsi di Indonesia. Peristiwa ini memperlihatkan betapa rapuhnya garis batas antara independensi dan kepentingan struktural dalam sistem hukum nasional. Meski Setyo dikenal memiliki integritas, namun mutasinya menimbulkan pertanyaan besar: apakah jabatan Ketua KPK masih memiliki makna strategis dalam pemberantasan korupsi, ataukah telah menjadi bagian dari sistem birokrasi biasa yang dapat dirotasi sewaktu-waktu?
Dalam konteks ini, publik dituntut lebih kritis. Pengawasan masyarakat, media, dan lembaga nonpemerintah menjadi krusial agar mutasi seperti ini tidak menjadi alat politik, melainkan benar-benar untuk reformasi institusional. Di sisi lain, penempatan Setyo di Itwasum membuka peluang untuk mendorong reformasi di tubuh Polri jika dijalankan dengan benar dan dukungan penuh.