Biadab, Pemuda di Bekasi Aniaya Ibu Kandung: Dilempar Kursi dan Dipukuli Tanpa Ampun
Rumah, seharusnya menjadi tempat paling aman dan damai bagi setiap individu. Namun apa jadinya jika justru di dalam rumah, seorang anak tega memperlakukan ibu kandungnya seperti musuh? Kekerasan dalam rumah tangga bukanlah fenomena baru, namun tetap saja menyayat nurani masyarakat, terutama jika pelakunya adalah darah daging korban sendiri.
Kejadian memilukan terjadi di Bekasi, Jawa Barat, ketika seorang pemuda diketahui melakukan tindak kekerasan terhadap ibu kandungnya. Ia tidak hanya memaki, tetapi juga melempar kursi dan memukuli korban secara brutal. Video yang memperlihatkan kekerasan tersebut sontak viral dan memicu kemarahan warganet.

Bab 1: Kronologi Penganiayaan yang Mengguncang
Insiden ini terjadi pada pertengahan Juni 2025 di sebuah rumah sederhana yang terletak di kawasan Mustika Jaya, Bekasi Timur. Menurut informasi dari warga sekitar dan dokumentasi yang tersebar di media sosial, suara keributan dari rumah korban sering terdengar sejak beberapa waktu terakhir.
Hari nahas itu, tetangga mendengar jeritan seorang ibu yang memohon ampun. Tak lama kemudian, suara benda dilempar dan benturan keras terdengar dari dalam rumah. Salah seorang tetangga, yang curiga dengan situasi tersebut, merekam peristiwa dari balik jendela dan mengunggahnya ke media sosial sebagai bentuk keprihatinan sekaligus seruan agar tindakan cepat dilakukan.
Dalam rekaman tersebut, terlihat jelas seorang pemuda melempar kursi plastik ke arah wanita paruh baya yang diketahui adalah ibu kandungnya sendiri. Tak cukup dengan itu, pemuda tersebut juga memukul dengan tangan kosong, mendorong korban hingga terjatuh, dan memaki dengan kata-kata kasar.
Bab 2: Siapa Pelaku dan Korban?
Korban dalam kasus ini bernama Sumarni (62), seorang ibu rumah tangga yang dikenal oleh tetangga sebagai sosok penyabar dan ramah. Ia tinggal bersama anak bungsunya, A (24), yang belakangan diketahui mengalami masalah pengangguran dan kecanduan gim daring.
A dikenal sebagai pribadi tertutup dan temperamental. Beberapa warga mengatakan bahwa A pernah terlibat dalam perkelahian dengan warga setempat karena masalah sepele. Sejak sang ayah meninggal dua tahun lalu, A semakin sulit dikendalikan, dan Sumarni hidup dalam tekanan.
Ironisnya, meski sering menjadi korban kekerasan verbal dan fisik, Sumarni enggan melaporkan anaknya ke polisi karena masih berharap anaknya akan berubah.
Bab 3: Penyebab dan Latar Belakang Kekerasan
Berdasarkan hasil penyelidikan awal dari Polres Metro Bekasi, diketahui bahwa pemicu kekerasan kali ini adalah masalah sepele: sang ibu menolak memberikan uang untuk membeli voucher gim daring. Permintaan tersebut ditolak karena kondisi ekonomi keluarga yang memang pas-pasan.
Penolakan itu langsung memicu kemarahan A. Ia kemudian mengamuk dan mulai melempar kursi, membanting barang-barang, dan menyerang ibunya secara membabi buta.
Psikolog keluarga yang diwawancarai mengatakan bahwa tindakan kekerasan ini bisa jadi akumulasi dari banyak faktor: masalah ekonomi, tekanan psikologis, hingga ketergantungan digital yang tak terkendali. Namun, tidak ada satu pun alasan yang bisa membenarkan kekerasan terhadap orang tua, terlebih ibu kandung.
Bab 4: Reaksi Publik dan Viralnya Video
Video berdurasi 1 menit 48 detik yang memperlihatkan aksi brutal A segera menyebar di platform seperti X (Twitter), Instagram, dan TikTok. Ribuan komentar muncul, mengecam tindakan pelaku dan mendesak pihak kepolisian untuk segera mengambil tindakan tegas.
Tagar seperti #AnakDurhaka, #SaveIbuSumarni, dan #KekerasanDomestik menjadi trending topic nasional selama beberapa hari. Banyak tokoh publik, aktivis perempuan, hingga selebritas turut angkat bicara dan menuntut keadilan bagi korban.
Bab 5: Penangkapan dan Proses Hukum
Tak lama setelah video viral, Polres Metro Bekasi bergerak cepat. Pada malam yang sama, tim dari unit Reskrim mengamankan A di rumahnya tanpa perlawanan. Ia langsung dibawa ke kantor polisi untuk dimintai keterangan.
Kapolres Bekasi menyampaikan bahwa pelaku dijerat dengan pasal 44 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (PKDRT), dengan ancaman hukuman maksimal 5 tahun penjara.
“Ini adalah tindakan yang tidak hanya melanggar hukum, tetapi juga mencederai nilai-nilai kemanusiaan. Ibu adalah sosok yang seharusnya dijaga dan dihormati,” ujar Kapolres dalam konferensi pers.
Bab 6: Kondisi Korban dan Perlindungan
Sumarni sempat dibawa ke RSUD Bekasi untuk mendapatkan perawatan. Dokter menyebutkan bahwa korban mengalami memar di beberapa bagian tubuh dan luka lecet di wajah serta lengan. Secara psikologis, ia tampak sangat terpukul dan trauma.
Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP3A) Kota Bekasi segera turun tangan. Mereka memberikan pendampingan hukum dan psikologis kepada Sumarni, serta mempertimbangkan opsi pemindahan tempat tinggal demi keselamatan dan pemulihan mental.
Bab 7: Analisis Sosial dan Psikologis
Kekerasan terhadap orang tua, apalagi oleh anak kandung, adalah bentuk paling ekstrem dari degradasi nilai keluarga. Dalam budaya Timur, menghormati orang tua adalah kewajiban utama. Namun dalam kasus ini, kita melihat kehancuran total norma tersebut.
Psikolog keluarga dari UI, Dr. Wening Tyas, menilai bahwa kasus ini mencerminkan krisis nilai di kalangan generasi muda. “Ada keterputusan komunikasi emosional antara anak dan orang tua. Ketika digitalisasi memperluas jarak antaranggota keluarga, nilai-nilai moral yang seharusnya ditanamkan sejak kecil menjadi longgar.”
Bab 8: Pandangan Agama dan Budaya
Dalam hampir semua agama dan budaya, ibu menempati posisi paling mulia. Islam misalnya, menempatkan surga di bawah telapak kaki ibu. Dalam budaya Jawa, ibu adalah simbol kehidupan, kesabaran, dan kasih tanpa syarat.
Tindakan A dipandang sebagai dosa besar. Ulama dan tokoh agama mengutuk keras perbuatan tersebut. Majelis Ulama Indonesia (MUI) Bekasi bahkan menyebut bahwa pelaku harus menjalani taubat nasuha dan menjalani proses hukum tanpa intervensi.
Bab 9: Refleksi Keluarga dan Harapan Korban
Saat diwawancarai oleh media, Sumarni menyampaikan bahwa meski sakit secara fisik dan batin, ia tetap memaafkan anaknya. Namun, ia menyerahkan sepenuhnya proses hukum kepada pihak berwajib.
“Saya ini ibunya. Meski sakit, saya tidak bisa benci. Tapi saya juga ingin anak saya belajar dari perbuatannya,” ujarnya dengan suara bergetar.
Beberapa anggota keluarga dari pihak almarhum suami Sumarni juga mengecam tindakan A dan mendukung proses hukum demi keadilan.
Bab 10: Langkah-Langkah Pencegahan dan Solusi
Kejadian ini menjadi alarm keras bagi masyarakat Indonesia. Pemerintah, khususnya Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (KPPPA), diharapkan memperkuat edukasi keluarga dan kampanye anti-KDRT, termasuk pada kelompok remaja dan dewasa muda.
Sekolah dan universitas juga didorong untuk mengintegrasikan pendidikan karakter dan etika dalam kurikulum mereka. Tak kalah penting, layanan konseling dan rehabilitasi psikologis harus tersedia secara mudah dan murah bagi keluarga yang rentan mengalami kekerasan domestik.
Kesimpulan: Keadilan dan Renungan untuk Bangsa
Kisah pemuda yang menganiaya ibu kandungnya di Bekasi bukan sekadar kasus hukum, melainkan tragedi moral. Ini adalah cerminan dari pentingnya memperkuat kembali fondasi keluarga, pendidikan nilai, serta perlindungan bagi kaum rentan seperti lansia.
Kita tidak hanya menuntut keadilan di pengadilan, tetapi juga keadilan sosial dalam bentuk perhatian, edukasi, dan intervensi preventif terhadap potensi kekerasan dalam keluarga.
Sebagai masyarakat, kita tidak boleh tinggal diam. Kita harus menjadi bagian dari perubahan, mulai dari rumah sendiri: dengan mendidik anak-anak untuk mencintai dan menghormati orang tuanya, karena dari situlah martabat kemanusiaan kita bermula.